Pages

Sabtu, 31 Desember 2011

AGAR CINTA TAK LAYU (Bag.3)


PILIHAN YANG TEPAT

Alih Bahasa : Idrus Abidin


Banyak orang diantara kita yang berusaha membangun sebuah pemikiran, berusaha membentuk impian dan bermaksud menghayalkan kebahagiaan. Bahkan merencanakan dan mencari dalam waktu yang sangat panjang demi memperoleh gambaran yang lebih baik tentang pasangan hidup, karena memang ia adalah pasangan seumur hidup sampai berhentinya ajal melanglang buana.
Sungguh pilihan yang benar, yang dilandasi pada sikap qana'ah, realistis dan disertai dengan pengamatan yang cukup, pemikiran yang matang yang didasarkan pada data-data yang benar tentang kondisi pribadi, ekonomi dan sosial, akan mewujudkan ketenangan dan kebahagiaan.
Pemikiran yang matang yang disertai pula oleh ketertarikan secara spontan haruslah diteliti dan diamati hingga menimbulkan kepuasan sebelum memulai hidup berumah tangga.
Kebanyakan pemuda saat ini berusaha mencari suasana romantis, cinta dan pacaran sebelum membangun rumah tangga. Serta berusaha memasukkan hal-hal tersebut dalam  menentukan pilihan yang baik. Padahal, apa yang tampak dalam rumah tangga berbeda sama sekali dengan apa yang terjadi pada hubungan yang berlandaskan pada rasa cinta saja.
Jadi kehidupan rumah tangga, menurut hipotesis dan penelitian ilmiah, tidaklah terbangun pada rasa cinta dan suasana romantis saja, tetapi ia dibangun di atas landasan tanggung jawab, keterikatan, rasa ingin mendapatkan ketenangan dan keinginan untuk berkeluarga dengan penuh kepuasan yang disertai dengan perasaan cinta.
Menentukan pasangan hidup, baik suami maupun istri, bukanlah masalah mudah, bahkan bisa saja terjadi kebingungan sepanjang waktu. Dengan demikian, ia masuk pada keondisi serba bingung, serba salah, menunda dan merasa takut untuk melangkah.
Sebelum hal lain, taufik dari Allah Swt. merupakan landasan utama pilihan yang baik. Hanya saja Allah Swt. memerintahkan kita untuk menempuh berbagai usaha untuk menentukan istri atau suami. Karena pilihan ini nantinya  akan membentuk keluarga dan  keturunan sepanjang waktu. Ia tidak akan berhenti walau hanya sejenak saja. Bahkan ia akan berlanjut pada masa-masa mendatang hingga membentuk generasi masa depan.
Pasangan hidup haruslah memenuhi beberapa faktor yang mendukung terciptanya pilihan yang tepat agar terjalin keterikatan dan semangat untuk membentuk dan membina pasangan serasi. Atau minimal sekali mampu memberikan ketenangan jiwa dan sosial bagi pemuda dan pemudi yang memulai hidup baru.
Tidaklah mungkin jika pilihan hanya berdasarkan pada gambaran lahiriah yang terpusat pada materi saja. Dan betapa banyak yang bercerai karena rumah tangganya hanya diawali dari pacaran saja. Atau pertimbangannya hanya terbatas pada masalah keturunan dengan mengesampingkan tingkat pendidikan dan status sosial. Apa saja yang dibangun pada kesalahan maka pasti hasilnya juga merupakan kesalahan besar.
Faktor-faktor penting yang bisa mendukung ketenangan dan kebahagiaan suami istri terletak pada :
1.      Sikap Qana'ah. Ia merupakan bekal yang tidak pernah lekang. Ia merupakan rumus penting dan sesuatu yang sangat urgen sekali. Bahkan ia diibaratkan batu bata utama dalam kehidupan keluarga. Kebanyakan inti masalah rumah tangga adalah karena suami bermanis muka terhadap ibu atau bapaknya ketika hendak menikahkannya tanpa sedikitpun ia berusaha mengungkapkan pendapatnya. Bahkan terkadang ia menganggap dirinya telah keluar dari aturan keluarga. Siapa yang akan membayar dengan harga tinggi jika seandainya di sana ada masalah kejiwaan antara suami itri, yang mana pencetusnya adalah ketidakterimaan kedua pasangan terhadap diri mereka sendiri atau ketidasiapan untuk mengayuh kehidupan berumah tangga. Dengan demikian hendaknya hal yang mendasari suami istri dalam memulai kehidupan berumah tangga adalah penerimaan secara sempurna terhadap beban berkeluarga berupa tanggung jawab dan keterikatan yang begitu kuat.
Hal ini akan terjadi secara alami dengan berusaha bermusyawarah dengan orang-orang yang berpengalaman dalam bidang ini.  Atau pusat-pusat kegiatan sosial memberikan kesempatan untuk konsultasi tentang masalah sosial dan kejiwaan yang dapat memberikan manfaat yang berdasarkan  pada hasil penelitian tentang masalah rumah tangga dan suami istri.
Hanya saja sangat disayangkan karena saat ini banyak keluarga yang menikahkan anaknya atau memilih pasangan untuk putranya atau menerima pinangan bagi putrinya tanpa memperhatikan ciri-ciri suami yang shaleh dan pemuda impian yang selalu ditunggu-tunggu. Bahkan ia tidak merasa mampu untuk memangku beban tanggung jawab.
 Kebanyakan keluarga ketika memilih pasangan hidup melihat bahwa itu hanyalah perkara mudah. Bahkan sudah menjadi budaya umum, mereka mencari pasangan hidup setelah mereka mendapatkan pekerjaan atau telah selesai kuliahnya  di universitas. Mereka seolah-olah telah siap untuk memasuki kehidupan berumah tangga dengan penuh percaya diri, padahal mereka sebenarnya belumlah memulai apa-apa. Bahkan kepiawaiannya dalam memilih pasangan dan pengetahuannya tentang makna kehidupan berumah tangga belumlah matang dan belumlah bisa diandalkan, baik dalam menaggung beban berumah tangga maupun hal-hal lainnya.
2.      Saling menerima.
3.      Kepiawaian dalam berinteraksi dengan tuntunan kehidupan berumah tangga.
4.      Berpikir penuh tentang keluarga dari segi materi, jiwa dan sosial.
5.      Kesesuaian dalam masalah wawasan pemikiran dan kondisi kejiwaan.
6.  Kedekatan dalam status sosial dan ekonomi. Hal ini sangat ditekankan karena banyak masalah keluarga timbul akibat dari adanya perbedaan mendasar dalam hal ini.
7.      Memahami hubungan kemasyarakatan setelah berkeluarga.
8.      Saling menerima antara kedua belah pihak. Suami istri dan kemampuannya untuk saling menerima.
9.  Penerimaan suami atau istri terhadap pasangannya, baik kelebihan maupun kekuranganya. Dan kemampuan untuk menanggung beban tanggung jawab dan perbedaan-perbedaan yang terjadi antara mereka.
10. Kemampuan untuk memperolah keterampilan dalam berkomunikasi dan keterampilan yang dibutuhkan dalam keluarga.
11.  Saling memperhatikan perasaan masing-masing.
12.  Mengetahui beban tanggung jawab dalam berumah tangga dan kemampuan untuk melaksanakan kewajiban sesui dengan seharusnya dengan tetap memperkokoh pengawasan internal dalam hal sikap dan tingkah laku terhadap hubungan sosial.
13.  Memiliki wawasan tentang hal-hal yang sangat sensitif dalam kehidupan berumah tangga, khususnya hubungan psikologis yang terjadi atara suami istri.
14.  Lingkungan keluarga dan pengalaman buruk pada lingkungan rumah tangga memiliki pengaruh besar terhadap pemuda atau pemudi yang hendak memulai hidup baru dan hendak menentukan pasangan hidup. Hal ini akan menimbulkan efek kuat bagi mereka berdua. Artinya bahwa terkadang dalam lingkungan sang pemuda atau pemudi pernah memiliki ganjalan kejiwaan atau ganjalan sosial yang dapat mempengaruhi keputusannya dalam menentukan pasangan yang baik. Bahkan bisa saja di sana terdapat pandangan yang salah yang mereka perolah selama mengalami pengalaman yang tidak mengenakkan tersebut.
15.  Meminta kesampatan konsultasi yang baik.
16.  Tidak menghubngkan pernikahan dengan peercintaan dan nuansa romantis yang berlebihan, tetapi memikirkan hal-hal yang sangat penting, yaitu adanya kesempatan berduaan untuk menyalakan kembali sumbu kecintaan selama kehidupan berumah tangga. Dan berusaha menghidupkan suasana yang baik dalam komunikasi antara mereka berdua. Hal tersebut berdasarkan pada keyakinan bahwa rasa cita memang terdapat dalam hati dan pasti akan muncul dengan sendirinya.
17.  Melakukan cek kesehatan sebelum memulai pernikahan.
18.  Membekali dan menyiapkan diri unutk memasuki kehidupan berumah tangga, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak wanita. Banyak bapak atau pun ibu yang bersuaha dengan keras untuk memberikan kebahagiaan kepada anaknya dan menekankan hal itu kepada mereka, tetapi hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat materi saja dan tidak menyentuh hal-hal yang bersifat kejiwaan. Artinya bahwa ayah maupun ibu menekankan pada aspek materi padahal itu bukanlah kebahagian yang diharapkan, terutama dalam hubungan suami istri. Maka seharusnya ayah memberikan pengetahuan teori dan peraktek dan dengan cara yang teratur serta dalam waktu yang berkesinambungan terhadap anaknya berdasarkan pada pengalamannya tetang bagaimana bersikap baik terhadap wanita. Dan ia juga harus menegaskan tentang pentingnya ahklak yang baik, bagaimana kehidupan berumah tangga, hak-hak istri, kesabaran dan pendidikan islam secara integral. Demikian pula ibu, ia harus berusaha mempersiapakan putrinya untuk mentaati suami dan bagaimana cara berinteraksi dengannya. Karena banyak masalah-masalah sosial ditemukan dalam mahkamah peradilan disebabkan karena meninggalkan apa yang saya sebut sebagai seni menyiapkan anak untuk hidup berumah tangga dan membekali mereka untuk berkeluarga. Tetapi kegagalan pendidikan berdasarkan banyaknya pengalaman tentang permasalahan berumah tangga ditemukan bahwa diantara masalah penting yang banyak berkontribusi pada banyak keadaan adalah jelekenya pemahaman kedua orang tua tentang kebahagiaan dalam berumah tangga dan cara menetukan pasangan bagi putranya serta persetujuaannya terhadap pemuda yang meminang putrinya. Mereka memandang bahwa kebahagiaan terletak pada perabotan yang mewah, pekerjaan yan mentreng dan banyaknya harta. Mereka melupakan hal-hal prinsip dalam kebahagiaan suami istri bagi anak-anaknya berupa sikap yang baik, pendidikan yang seimbang yang memebekalinya untuk memasuki ladang rumah tangga dan kesiapan-kesiapan mental yang dibutuhkan.
19.  Mengenal ak-hak dan kewajiban berumah tangga yang begitu banyak. Banyak diatara orang yang memasuki perkawainan tidak mengetahui hak dan kewajiban dalam berumah tangga. Dengan demikian, orang yang tidak memiliki sesuatu mustahil bisa berbagi. Tidaklah masuk akal jika hak dan kewajiban bercampur baur mengikuti alur kehidupan beumah tangga, tetapi hal tersebut harus dipelajari dan dikuasai.
20.  Pengetahuan pemuda yang hendak mengayuh kehidupan berumah tangga tentang hak-hak istrinya. Demikian pula pengetahuan gadis yang hendak menikah tentang hak-hak suaminya.
21.  Banyak orang yang telah memiliki pengalaman gagal sebelumnya dalam membina keluarga. Mereka melewati kehidupan berumah tangga dengan perasaan luka karena berbagai sebab. Mereka secara tidak langsung memindahkan sikap mereka terhadap lingkungannya dan permasalahan hidup mereka serta permasalahan keluarga mereka akibat ketidakmampuannya dalam bersikap supel, yang berbeda secara mendasar dengan orang lain. Dengan demikian mereka memindahkan pendapat mereka secara membabi buta dan dengan cara yang salah serta jauh dari sikap amanah kepada orang-orang yang hendak mengayuh kehidupan berumah tangga. Mereka membuat orang lain menikmati pemahaman yang salah tentang masa depan keluarga. Hal ini banya ditemukan beredar diantara teman-teman dan kerabat. Misalnya, kita menemukan seorang pemuda meju untiuk meminang seorang gadis dengan modal sikap-sikap tepuji yang bagitu banyak berupa sikap beragama, displin, pekerjaan yang baik, masa depan yang cemerlang, lalu ia diterima oleh keluarga yang hendak dipinganya. Dengan pasti keluarga tersebut akan menerimanya dengan baik dan gadis itu pun tidak menolaknya. Bahkan ia akan memberikan persetujuan pada saatnya nanti, hanya saja ia membutuhkan waktu. Tetapi selama rentang waktu tersebut, ia bergabung dengan reakan kerja atau rekan kuliahnya, lalu ia meminta pendapat mereka dan menginformasikan  kebahagiaannya, padahal bisa jadi salah seorang diantara mereka orang tuanya sedang mengalami perceraian atau terjadi perceraian pada lingkungan keluarga besarnya sehingga menimbulkan reaksi tidak baik dan efek negatif bagi gadis tersebut, hal yang membuatnya menolak pernikahan karena kasus perceraian yang ia dengar. Dengan demikian peroyek perkawinan menjadi batal. Demikian pula yang terjadi bagi pemuda. Jadi pengalaman yang menakutkan akan memunculkan pada kedua belah pihak kebingungan dan rasa takut. Maka wajib bagi keluarga menampung pemuda dan menjelaskan  permasalahan tersebut serta memperbaiki kesimpangsiuran dan kelebihan ari pengalaman buruk tersebut agar dapat menjadi cambuk untuk maju dalam rangka menghadapai masalah-masalah mendatangdengan penuh perasaan positif dan penuh percaya diri terhadap kehidupan berumah tangga.
22.  Sebagian orang yang hendak berkeluarga melihat bahwa kehidupan akan berhenti setelah menikah. Utang akan bertumpuk demi kepentingan prabot rumah tangga dan kebutahan lainnya yang begitu banyak dan tidak diperhitungkan sebelumnya. Membeli perlengkapan rumah tangga yang biasanya tidak pernah cukup, bahkan terkadang mengurangi kebahagiaan berumah tangga dan  ketenangan sosial setelah menikah. Hal ini akan memberikan pengaruh bahwa memikirkan masalah pernikahan tidaklah membutuhkan pemikiran ekstra keras.
23.  Pilihan yang tepat haruslah dapat mendorong terciptanya ketenangan dan kebahagiaan berumah tangga. Pilihan terkadang menjadi hal yang membingungkan bagi banyak pemuda atau gadis yang hendak memasuki pintu pernikahan. Tetapi sebagian mereka memiliki  prioritas terhadap yang lain. Kita harus mengenal hal-hal yang perlu diprioritaskan sehingga kita dapat sampai kepada tujuan dengan cara bertahap.
24.  Menjauh dari berbagai perbedaan uzur dan sebab, yaitu uzur atau sebab yang tampak masuk akal bagi orang lain dan mendorng terciptanya kegagalan, baik pada kebingungana dalam negambil sikap atau rasa takut dari sesuatu yang sebenarnya terdapat dalam jiwa atau rasa khawatir atau dalam keluarga secara umum, apakah akan menampakkan sebab-sebab sebenarnya. Ia hanyalah sebab yang bebrpengaruh dalam bentuk yang disengaja sebagai penutup yang dapat diterima secara zahir agar sebab yang sebenarnya tidak tersingkap. Banyak orang yang hendak memulai hidup berumah tangga mudah menerima tawaran untuk menikah padahal ia tidak menerimanya demi menjauh dari pergolakan pribadi. Allah Swt. berfirman, "Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri.  Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya."[1]
25.  Membebaskan diri dari tekanan negatif masyarakat dan adat istiadat serta kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat. Hal yang bisanya banyak melanda banyak orang. Lalu berusaha berpegang teguh kepada syariat sebagai ganti dari hal-hal demikian.
26.  Menjauhi nuansa-nuansa romantis yang hanya ada dalam hayalan saja yang banyak dijejalkan oleh chenel-chenel barat dan filem-filem serta berbagai sinetron yang ada.
27.  Hal-hal yang  dilandasi pada sebuah kesalahan maka pasti akan salah juga. Banyak pemuda maupun gadis yang hendak memasuki kehidupan berumah tangga menampilkan diri secara tidak sebenarnya, tetapi mereka tampil tidak seperti sebenarnya. Bahkan mereka seolah menikmati kebohongannya tersebut. Malahan yang paling bermasalah adalah bahwa mereka menganggap prilaku demikian sebagai hal biasa saja. Hanya saja tampilan yang sebenarnya pasti akan tersingkap dengan segera. Waktulah yang akan membuktikan itu semua. Orang yang hendak memasuki gerbang pernikahan membutuhkan pengarahan sosial dan kejiwaan. Hal ini disamping kebutuhannya terhadap orang tertentu yang ia rasa memberikan dukungan terhadapnya dan menguatkannya dengan dorongan moril. Hanya saja hal ini terkadang tidak terpenuhi kecuali sekedar nama saja.



[1] QS.Al-Qiyamah : 14-15.

Rabu, 28 Desember 2011

TIPIKAL MASYRAKAT SHALEH DALAM AL-QUR'AN


(Pengenalan Umum Kandungan Surah al-Hujurat}

Idrus Abidin

PENGANTAR.
Masyarakat shaleh adalah sebuah masyarakat yang dibangun di atas landasan khairu ummah. Suatu masyarakat yang lahir dari upaya untuk membawa risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan harapan dapat menyebarkan rahmat. Masyrakat demikian merupakan komunitas yang terbangun atas kesamaan akidah yang mentauhidkan Allah dan fikrah yang telah tersibgah dengan nilai-nilai rabbaniyah. Masyarakat Islam sama sekali bukan masyrakat yang didasarkan pada tanah air, kepentingan ekonomi, warna kulit atau ras suatu bangsa. Dalam masyarakat shaleh, semua itu dilihat sebagai sesuatu yang alami, di mana manusia tidak memiliki peran untuk memilih tempat kelahiran, warna kulit dan ras. Bahkan identitas masyarakat shaleh tersebut melampai batas-batas Negara, warna kulit atau ras sekali pun. Ummat sebagai model masyarakat muslim menghendaki landasan pembentukannya berasal dari kesadaran manusia sebagai hamba yang memiliki tugas dalam hidup sebagai khalifatullah. Karenanya, dalam al-qur'an, ciri-ciri masyarakat sholeh dapat dilihat berupa ; Rabbaniah -baik dari segi landasan maupun tujuannya-, da'wah, al-washatiah (moderat), dan al-wahdah (kesatuan).[1]
Dalam al-Qur'an, ummah adalah bentuk ideal dari masyarakat muslim. Yang mana, identitasnya ada pada integritas keimanan, komitmen untuk memberikan kontribusi positif terhadap manusia (ihsan), dengan memberikan loyalitas penuh terhadap kebenaran melalui mekanisme amar ma'ruf dan nahi munkar (QS 3 : 110).[2] Ummah atau masyarakat Islam tidaklah tunduk kepada penguasa atau pun rakyat. Karena keduanya berada di bawah kekuasaan hukum. Pemerintah hanyalah pelaksana dari hukum tersebut. Kehadiran mereka tidaklah lebih sebagai pelaksana semata. Ummah bukanlah badan legislatif karena tidak memiliki hak menciptakan hukum. Hukum yang ada adalah bersifat ilahiah karena bersumber dari Allah swt. Karenanya hukum dalam persfektif masyarakat muslim adalah juga bernuansa teologi.[3]
Surah al-Hujarat merupakan salah satu surat yang memaparkan karakteristik masyarakat muslim yang membangun kebersamaanya dalam bingkai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian diikuti dengan upaya veripikasi berita yang berasal dari orang fasik yang menghendaki terjadinya caos dalam masyarakat muslim. Memperkuat arti persaudaran Islam dengan melarang wujudnya sikap saling memandang enteng dan upaya-upaya untuk memata-matai dan menyeberkan gosip-gosip yang dapat mencidrai pribadi sebagai salah satu anggota masyarakat Islam.[4]

KORELASI (MUNASABAH) ANTARA AYAT SEBELUM DAN SESUDAHNYA.

Dalam kajian Said Hawwa, sebelum surah Al-Hujurat, surah al-Fath pada ayat 8-29 menjelaskan tentang fugsi Rasulullah saw dan kewajiban ummat terhadapnya. Kemudian surah al-Fath kembali menegaskan peran Rasul tersebut dengan merinci adab-adab yang selayaknya ditampilkan ketika bersama beliau. Selain itu, surah al-Fath juga ditutup dengan firman ayat yang berbunyi :
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (al-Fath : 29).[5]
Lebih jauh lagi, Said Hawwa melihat, surah al-Jatsiya membahas tentang peran al-Qur'an dalam mengembang hidayah. Lalu diikuti surah al-Ahqaf yang membeberkan tentang makna tauhid dan diikuti dengan surah Muhammad yang menegaskan bahwa peperangan sejatinya terjadi antara kaum beriman dengan kaum kafir. Lalu disusul oleh surah al-Fath yang menegaskan pertolongan Allah terhadap orang-oran beriman dalam peperangan melawan kaum kafir itu. Sedangkan surah al-Hujurat menggali secara mendalam adab-adab masyarakat muslim dalam meniti tujuan mereka yang mulia. Kemudian dijelaskan secara rinci pada surah Qaf tentang fenomena akhirat bagi kaum muslimin maupun orang-orang kafir agar betul-betul menyadari bahwa segala aktifitas akan dipertanggungjawabkan kelak[6]

ASBAB NUZUL.

Berdasarkan informasi yang didapatkan dalam kitab Shahih Bukhari, turunnya ayat 2 surah al-Hujurat ini terkait dengan kedatangan rombongan Bani Tamim untuk menghadap kepada Rasulullah saw.  Ketika itu, Abu Bakar menghendaki Al-Qa'qa' bin Ma'bad bin Zurarah bin Adas sebagai pemimpin mereka. Tetapi, di pihak lain, Umar menghendaki Aqra bin Habis bin Iqal sebagai penglima mereka. Abu Bakar mengatakan kepada Umar, "Kamu hanya ingin menyelisihi pendapatku". Umar menjawab, "Saya tidak bermaksud berbeda denganmu". Lalu keduanya meninggikan suara di hadapan Rasulullah saw, maka turunlah ayat kedua pada surah ini.[7]
Dalam kitab tersebut ditemukan pula persi lain berupa informasi dari Anas bin Malik bahwa suatu ketika Rasulullah saw mencari Tsabit bin Qais. Lalu ada seseorang mengaku mengetahui keberadannya hingga ia mendtangi rumahnya. Di sana ia menemukannya sedang menutup kepala. Sehingga orang tersebut menanyakan tentang permaslahan yang dihadapi. Tsabit bin Qais mengatakan, "Saya lagi bermaslah. Saya pernah meninggikan suara di hadapan Rasulullah sehingga pahalaku hilang dan termasuk penduduk neraka. Orang itu pun kembali menemui Rasulullah dan mengabarkan tentang Tsabit. Rasul pun memintanya mendatangi kembali Tsabit dan mengatakan kepadanya bahwa ia termasuk penduduk sorga.[8]

KESATUAN TEMA DALAM AL-HUJURAT

Berdasarkan pengamatan Dr.Nashir Sulaiman al-Aql, kesatuan tema yang tercakup dalam surah al-Hujurat, di antaranya sebagai berikut :
1)       Merekonstruksi bangunan iman dengan merevisi pemahaman yang salah, yang mencampurkan antara makna iman dan makna islam.
Di antara pemahaman yang diluruskan adalah penegasan makna keimanan dengan mengkritis sikap-sikap yang bertentangan dengan keimanan. Baik sikap itu menciderai keimanan atau pun berpotensi mengeluarkan pelakunya dari wilayah keimanan. Sikap-sikap yang dianggap mengurangi nilai keimanan adalah :
A.       Melangkahi Allah dan Rasulnya dalam menetapkan hukum.
B.       Mengeraskan suara melebihi suara Rasulullah saw.
C.       Sikap ceroboh dalam menerima berita dari orang-orang fasik. (ketergesaan dalam menerima berita).
D.       Sikap Keempat dan kelima adalah larangan terhadap beberapa fenomena yang tidak pantas terjadi bagi orang yang mengaku beriman, seperti, Memandang enteng sesama muslim, meberikan gelar-gelar jelek kepada sesama, memetai-matai, dan menggosip.
2)       Mengkritis kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam masyarakat muslim. Bahkan surat ini, secara khusus, diturunkan dalam mengarahkan pembentukan masyarakat muslim yang masih membutuhkan penyesuain dalam perjalanannya menuju masyarakat kaum beriman yang sesungguhnya. Oleh karena itu, ayat-ayat yang turun pada surah ini, masing-masing memiliki latar belakang, berupa kejadian nyata yang menjadi penyebab turunnya. Sebagai bukti :
A.      Ayat pertama tentang mendahului Allah dan Rasulnya dalam menetapkan hukum. Hal ini telah terjadi dari orang-orang yang mendahului Allah dan Rasul-Nya.
B.       Ayat 2 dan 3 terjadi pada Abu Bakar dan Umar.
C.       Ayat 4 dan 5 tentang memanggil Rasulullah dengan namanya.
D.      Ayat 9 dan 10 tentang terjadinya pertengkaran antara kaum mukmin dan orang-orang munafik.
E.       Ayat 11 sampai 13 tentang sikap ghibah, memata-matai, dll.
F.        Ayat 14 sampai 17 tetang pengakuan keimanan kaum arab badwi dari Bani Asad.
G.      Ayat 18 tentang Allah dan ilmu-Nya yang mencakup segala sesuatu.
3)        Pembentukan akhlakul karimah yang tercermin pada :
A.      Akhlak dan adab terhadap Allah swt.
B.       Akhlak dan adab terhadap Rasul.
C.       Orang-orang fasiq.
D.      Akhlak dan adab terhadap Orang-orang beriman yang ada dalam pertemuan (majlis).
E.       Akhlak dan adab terhadap Orang-orang beriman ketika tidak ada dalam pertemuan.[9]

TEMA-TEMA POKOK DALAM SURAT AL-HUJURAT.

Surah al-hujurat membahas beberapa tema utama yang kesemuanya terkait dengan tipikal masyrakat muslim. Tema-tema yang muncul terkait dengan persolan ang dimaksud adalah seperti :
1.       Berhukum dengan selain hukum Allah swt.
2.       Adab terhadap para ulama.
3.       Taqwa dan ujian terhadap hati.
4.       Mericek kebenaran berita.
5.       Ukhuwah islamiyah.
6.       Islam dan iman.
Untuk lebih jelasnya, kita melihat pandangan ulama terkait dengan tema-tema tersebut di atas :

BERHUKUM DENGAN SELAIN HUKUM ALLAH SWT.

Sebagian kaum muslimin memandang bahwa berhukum dengan selain hukum Allah hanya terkait dengan masalah amaliah saja tanpa melihat adanya hubungan dengan masalah akidah. Selain itu, mereka memandang bahwa segala yang terkait dengannya hanya sekedar dosa yang tidak berpotensi membuat pelakunya keluar dari rel keislaman. Padahal hubungan antara berhukum dengan selain hukum Allah dengan masalah akidah sangatlah jelas, karena wujud syahadat kita terhadap Allah dan Rasul-Nya adalah kesiapan untuk berhukum dengan segala yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Namun demikian, ulama menetapkan beberapa kondisi yang menyebabkan seseorang masuk  ke dalam lingkup kekafiran yang sesungguhnya seperti :
a)     Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah mengingakari kepatutan hukum Allah dan Rasul-Nya untuk diterapkan dalam bingkai kenegaraaan.
b)        Seseorang tidak mengingakari kepatutan sayariat Allah untuk diterapkan dalam kehidupan bernegara, tetapi ia meyakini bahwa produk hukum lain lebih bagus dibanding dengan hukum Allah swt. Baik keyakinan ini secara mutlak atau hanya terhadap beberapa masalah baru yang timbul berdasarkan tuntunan zaman.
c)        Seseorang tidak meyakini bahwa hukum lain lebih baik dibanding dengan hukum Allah swt, tetapi ia berkeyakinan bahwa hukum lain menyamai hukum syari’at, maka ia juga termasuk orang yang telah kafir.
d)     Seseorang tidak meyakini bahwa hukum lain menyamai hukum syari’at, tetapi ia meyakini bolehnya berhukum dengan hukum yang menyelisihi syari’at.
e)        Orang yang meyakini bahwa hukum Islam tidak pantas untuk diterapkan pada zaman moderen ini.
f)     Orang yang meyakini bahwa pelaksanan syari’at islam merupakan penyebab keterbelakangan dan kepicikan.
g)      Orang yang meyakini bahwa hukum islam hanya terkait dengan hubungan manusia dengan Allah semata dan tidak memiliki keterkaitan dengan berbagai aspek kehidupan lainnya.
h)     Orang yang meyakini bahwa pelaksanan hukum potong tangan dan merajam pezina tidak sesuai dengan zaman sekarang maka ia juga kafir.
i)          Orang yang membolehkan pelaksanaan hukum selain hukum Allah swt.

ADAB TERHADAP ULAMA.
Adab terhadap Rasulullah berupa ketidakberanian menentukan hukum suatu persoalan sebelum adanya keterangan dari Allah dan Rasul-Nya menjadikan para sahabat memperluas cakupannya hingga melingkupi para ulama yang merupakan pewaris para nabi. Sebagai contoh, Ibnu Abbas ketika pergi menemui sahabat lainnya untuk mengambil hadits maka ia berusaha duduk menunggu hingga sang guru keluar dari pintunya dan tidak mengetuk pintu rumahnya sebagai wujud sopan santunnya terhadap orang-orang yang membawa warisan kanabian berupa hadits. Hal ini dilakukan oleh Ibnu Abbas berdasarkan pada surah al-hujurat ayat 5 yang berbunyi, “Jika seandainya mereka bersabar hingga engkau (Muhammad) keluar menemui mereka maka tentu itu baik bagi mereka”.

Penyebab timbulnya pelecehan terhadap ulama.
·      Terlau semangat dan suka menyebarkan komentar ulama tertentu terhadap dengan ulama lain yang seangkatan dengannya.
·      Hasad
·      Hawa nafsu
·      Taklid buta.
·      Ta’assub.
·      Berusaha tampil sebagai ulama.
·      Kemunafikan dan kebencian terhadap kebenaran.
·      Mendukung program musuh-musuh islam seperti proyek sekularisasi.

Bahaya melecehkan ulama :
·      Pelecehan ulama menjadi sebab penolakan terhadap kebenaran yang mereka bawah.
·      Pelecehan terhadap ulama merupakan pelecehan terhadap ilmu yang melekat padanya.
·      Melecehkan ulama menyebabkan jauhnya seorang penuntut ilmu dari ulama itu sendiri.
·      Pelecehan terhadap ulama menyebabkan jatuhnya pamor dan kehormatannya di hadapan kaum awam.




[1] Yusuf al-Qardhawi, Kaifa Nata'amal Ma'a al-Qur'an, ( Mesir : Dar al-Syuruq), cet.1, th.1999, hal.109-113.
[2]  Setiawan Budi Utomo, Doktrin Khairu Ummah Sebagai Landasan Filosofis Pembentukan Masyrakat Islam (Pengantar Terjemahan Kitab Anatomi Masyrakat Muslim Karya al-Qardhawi), ( Jakarta : Pustaka al-Kautsar), cet.1,th.1993.
[3] Ibid.
[4]  Wahbah az-Zuhaili, Al-Tafsir Al-Munir Fi Al-Aqidah wa Al-Manhaj wa Al-Syari'ah, ( Bairut : Dar Al-Fikr), cet.1, th.1991, vol.25-26, hal.211.
[5] Said Hawwa, Al-Asas Fi Al-Tafsir, ( Kairo : Dar al-Salam), vol.7, cet.2, th.1989, hal.5396-5397.
[6] Ibid.
[7]  Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, ( Saudi Arabia : Bait al-Afkar al-Dauliah), cet.1, th.1998, hal.952.
[8]  Ibid.
[9] Nashir bin Sulaiman Umar, Surah al-Hujurat : Dirasah Tahliliyah  wa Maudhuiyyah, ( KSA : Dar al-Wathan), Cet.2, hal.105-113.